Sokushinbutsu, Proses Mumifikasi Tubuh Bhiksu Jepang yang Mengerikan
Dimasa lalu Sokushinbutsu yaitu proses mumifikasi tubuh para Bhiksu bukanlah hal yang dilarang oleh pemerintah Jepang. Ritual keagamaan yang sudah berusia ribuan tahun ini dianggap lumrah sebagai ajaran leluhur Biksu untuk dijalankan oleh para generasi Bhiksu muda jika kelak mereka nanti menjadi pengemong kuil selanjutnya.
Sahabat kejadiananeh.com, jika kita sering mendengar praktik pembalseman mumi-mumi Raja dan bangsawan di Mesir sebagai bentuk penghormatan rakyat, berbeda dengan Biksu Jepang pada masa kuno dahulu, mereka justru membuat kematian alias merubah diri mereka sendiri menjadi mumi tanpa mengandalkan bantuan orang lain.
Gambar Sokushinbutsu (即身仏), Mumi dalam Patung Buddha

Ritual mengerikan mumifikasi tubuh Bhiksu ini banyak tersebar di Yamagata, sebuah wilayah utara Jepang. Para ilmuwan arkeologi sudah berhasil menemukan 24 Mumi dari Bhiksu asli Jepang, dimana proses kematian mereka melalui tahap Sokushinbutsu terlebih dahulu. Proses mumifikasi Sokushinbutsu (即身仏) pertama kali diciptakan oleh seorang biarawan bernama Kuukai, periode dinasti Heian 774-1185.
Bertempat di Kompleks candi Gunung Koya, sebuah prefektur di Wakayama, Bhiksu Kuukai akhirnya mendirikan Sekte Shingon Skolen (Shingon buddhisme) yang dikemudian hari dianggap melenceng dari ajaran Buddha asli.
Karena tingkat pencerahan dalam Buddhisme yakni tahap-tahap menuju pencerahan sempurna sebagai seorang Arahat berbeda dengan konsep Sekte Shingon Skolen, setiap bhiksu diharuskan menjalani ‘penyiksaan, hukuman fisik esktrim’ untuk mencapai pencerahan.

Lebih dari ribuan Bhiksu menjalankan ritual aneh mumifikasi ini, banyak dari mereka yang ‘gagal’ dan diselamatkan oleh Bhiksu dari kuil lain. Sedangkan sisanya dari mereka yang berhasil mencapai tingkat kesempurnaan Sokushinbutsu tak lebih dari ratusan, namun mumi yang baru ditemukan sampai saat ini hanya sebanyak 24 saja.
Cara Biksu Jepang Memufikasi Tubuh Mereka Sendiri
Cara mumifikasi tubuh para biksu Jepang ini tentu tidak instant dan ada tahapan-tahapan sebelumnya. Dimulai dengan diet ekstrim selama 1000 hari, dimana para calon Bhiksu Sokushinbutsu hanya makan biji-bijian serta kacang-kacangan saja, dan mereka juga harus melakukan kegiatan fisik/olahraga ekstra keras seperti beladiri, mendaki gunung untuk menguras lemak tak jenuh di dalam tubuh para rahib/bikshu.

Tahap kedua melanjutkan masa 1000 hari lagi, namun menu makanan mereka kali ini hanya memakan kulit pohon dan akar tumbuh-tumbuhan saja. Yang lebih mengerikan lagi, mereka juga mulai mengkonsumsi teh beracun yang diambil dari getah pohon Urushi. Getah pohon ini sangat berbahaya untuk dikonsumsi tubuh manusia, dan biasanya hanya digunakan untuk bahan pernis alias pelapis cat mangkuk lacquer saja.
Dampak buruk yang ‘diharapkan’ dari getah beracun ini akan menyebabkan muntah-muntah sehingga tubuh cepat menghilangkan cairan, dan keuntungan lainnya tubuh menjadi sangat beracun sehingga tidak bisa diurai oleh belatung.
Selepas tahap ini, seorang Bhiksu calon Sokushinbutsu akan diantar oleh para bhiksu-bhiksu muda lainnya menuju sebuah kuburan batu yang sangat sempit (mirip guci besar tertutup), hanya bisa dimasuki seorang saja dalam keadaan duduk bersila.

Sang Bhiksu kemudian akan mengambil posisi meditasi Lotus dan mengunci diri sampai ‘maut’ berhasil dikalahkan olehnya nanti. Satu-satunya koneksi ke dunia luar hanyalah sebuah tabung udara dan bel lonceng. Setiap hari sang Bhiksu akan membunyikan bel lonceng untuk memberitahukan para biarawan lain bahwa dirinya masih hidup.

Dan ketika bel lonceng sudah tidak berbunyi lagi, para biarawan akan menunggu 1 hari lagi untuk memastikan kalau si bhiksu sudah berhasil mendapatkan pencerahan. Setelah itu mereka akan mencabut tabung udara dan mengsegel pintu makam biksu yang sudah meninggal dunia. Tidak ada satupun biarawan yang diperbolehkan lagi untuk membuka pintu makam.

Selepas 1000 hari berikutnya barulah para Bhiksu junior membuka kuburan itu. Mayat mereka akan didandani bahkan dilapisi berbagai macam rempah-rempah sampai lapisan cairan emas, timah dan sebagainya. Maka tak jarang mayat mereka juga bisa ‘menjelma’ menjadi mumi hidup dalam Patung Buddha. Meskipun sebagian besar mumi biksu lainnya dibiarkan alami dan hanya didandani dengan pakaian kebesaran keagamaan saja.

Bagi mereka para bhiksu jepang yang sudah berhasil menjalankan proses mumifikasi mayat ini, mereka akan dipandang sebagai sang Buddha, dan tubuh suci mereka akan dipindahkan ke dalam Wihara/kuil untuk dipajang yang nantinya bisa memberikan inspirasi pencerahan bagi para generasi bhiksu muda selanjutnya.

Mereka dianggap sebagai jiwa-jiwa sempurna, kebangkitan agung yang sudah berhasil melepaskan diri dari penderitaan reinkarnasi makluk hidup ke dunia. Namun terlepas dari ajaran Sekte Shingon Skolen yang dimasa lalu sempat berjaya, pemerintah Jepang akhirnya melarang praktik mumifikasi tubuh Bhiksu Jepang Sokushinbutsu karena dianggap sadis dan tidak ada lagi penganut sekte Buddha dari negara manapun yang melanjutkan ritual kuno mengerikan ini.

0 komentar:
Posting Komentar